dr. Sri Wahyuni, SpKFR

dr. Sri Wahyuni, SpKFR

Data Pribadi

Pendidikan

Jadwal Praktik

Biografi

Dr Sri Wahyuni, SpKFR merupakan seorang Dokter Spesialis Fisik dan Rehabilitasi. Saat ini, dr Sri atau yang akrab disapa dokter Ade ini berpraktek di Klinik Nyeri dan Tulang Belakang, atau yang saat ini dikenal sebagai Klinik Lamina.

Sebagai seorang dokter, pendidikan dokter umumnya saat itu di  Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro Semarang. Setelah lulus dokter umum dr Sri melanjutkan program pendidikan dokter spesialis di FK Universitas Indonesia.

Dr Sri Wahyuni, SpKFR aktif dalam keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia, dan Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia. Adapun layanan kesehatan yang diberikan oleh dr Sri Wahyuni adalah Konsultasi Kesehatan seperti nyeri lutut, Pemeriksaan Fisik, dan Rehabilitasi dan Terapi Fisik.

Dr Sri, menekuni bidang nyeri dan tulang belakang, ia juga merupakan dokter rehabilitasi medik yang pertama mengenalkan alat rehabilitasi medik tulang belakang yang disebut Manuthera.

Riwayat Pendidikan

  • Dr Sri Wahyuni, Graduated From Specialist Physical Medicine and Rehabilitation at Faculty of Medicine – University of Indonesia – RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta (Juni 2006 – Dec 2011)
  • Graduated From Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang Indonesia (Jan 1992 – 1998)

Experience

  • Participant Workshop “Myofascial & Aggravating Musculoskeletal Pain ESWT as a choice (September 2014)
  • Participant Workshop “Musculoskeletal Intervention Pain Management Under Ultrasound Guidance Workshop” (Januari 2015)

Nyeri Tak Tertahankan? Hubungi Call Center Kami

Saat Anda mengalami gangguan fungsional atau gerak tubuh, bidang kedokteran fisik dan rehabilitasi, tepat untuk Anda. Ilmu kedokteran spesialistik ini mengandalkan terapi fisik tanpa harus mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Spesiali Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi sering disingkat dengan SpKFR atau dokter rehabilitasi medik. “Seorang dokter SpKFR dituntut mampu menangani pasien yang mengalami permasalahan fungsi/ gerak tubuh untuk kembali atau mendekati normal,” ujar Dr Sri Wahyuni SpKFR dari Lamina Pain and Spine Center.

Dr Sri Wahyuni SpKFR mengatakan, terapi rehabilitasi medik dapat dilakukan pada semua umur dari anak-anak hingga lensia. Termasuk di dalamnya kaum laki-laki maupun perempuan, dengan tipe atau tingkat intensitas terapi yang berbeda-beda.

“Tindakan rehabilitasi yang diberikan pada pasien bergantung dengan kondisi fisik, usia dan jenis kelamin,” tambah dr Sri Wahyuni SpKFR. Beberapa kondisi yang membutuhkan tindakan rehabilitasi medik seperti, pasien pasca serangan stroke, jantung, hernia nucleus pulposus (HNP) atau syaraf kejepit, dan pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Program Terapi Yang Dilakukan Dokter SpKFR

Program rehabilitasi medik pada seorang pasien terdiri dari beberapa jenis terapi. Dan umumnya program rehabilitasi dilakukan dalam beberapa kali sesi pertemuan. Menurut dr Sri Wahyuni SpKFR, tim rehabilitasi medik selain terdiri dari dokter spesialis rehabilitasi medik, juga terdapat ahli fisioterapi.

Pakar fisioterapi ini yang nantinya menjalankan program latihan untuk pasien yang sebelumnya di susun oleh SpKFR. Fisioterapi umumnya dapat melakukan beberapa latihan seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara. Terkadang dokter SpKFR juga membutuhakan peran dari pakar lain seperti psikolog atau dokter kesehatan jiwa dalam mengangani pasien.

Yang membedakan dari dokter spesialis rehabilitasi medik atau SpKFR adalah ia tidak memandang pasien dari penyakitnya saja, tetapi dari sisi fungsi sehingga bidang ini mencaup kesehatan pasien secara menyeluruh atau holistik.

Seperti contoh, pada pasien pasca serangan jantung koroner yang sudah stabil. Selain pasien mendapat resep obat dari dokter ahli jantung, untuk menjaga tekanan darah atau menghilangkan keluhan di dada. Seorang dokter SpKFR juga akan memikirkan bagaimana pasien pasca serangan jantung menjalani hidup secara normal.

Mengembalikan kualitas hidup pasien seperti sediakala atau mendekati normal merupakan tugas dari seorang dokter SpKFR. ”Pasien dikatakan sembuh apabila pasien sudah dapat beraktivitas mandiri,” ujar dr Sri Wahyuni SpKFR.

[tabs titles=”Pendidikan,Riwayat Hidup,Tempat Praktek”][tab_pane]

Education :

Experience :

Dr Sri Wahyuni, SpKFR merupakan seorang Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR). Saat ini, Dr Sri Wahyuni berpraktek di Klinik Nyeri dan tulang Belakang, Jakarta. Sebagai seorang dokter, beliau telah mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia.

Dr Sri Wahyuni, SpKFR merupakan anggota dari Ikatan Dokter Indonesia, dan Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia. Adapun layanan kesehatan yang diberikan oleh dr Sri Wahyuni SpKFR adalah Konsultasi Kesehatan, Pemeriksaan Fisik, dan Rehabilitasi dan Terapi Fisik. Anda dapat mengetahui jadwal konsultasi serta melakukan reservasi online dengan dr. Ade Sri Wahyuni melalui Klinik Lamina Pain and Spine Center.[/tab_pane][tab_pane]

Lamina Pain and Spine Center

Klinik Nyeri dan Tulang Belakang, Jakarta merupakan pusat pelayanan masalah nyeri dan tulang belakang, di Jakarta yang mengkolaborasikan beberapa bidang ilmu kedokteran yakni kedokteran fisik dan rehabilitasi, bedah saraf dan anastesi. Perpaduan ketiga bidang ini, menjadikan sebuah pelayanan kesehatan tulang belakang dan nyeri yang lebih baik, cepat dan mudah diakses masyarakat.

Kami memberikan pelayanan dengan dokter-dokter terbaik, tidak hanya sebagai klinik pengobatan. Klinik nyeri dan tulang belakang merupakan wadah dan tempat untuk berkonsultasi masyarakat seputar nyeri dan penyembuhannya. dengan mengedepankan kualitas kami hadir ke masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran bahwa nyeri adalah penyakit yang harus dihilangkan.

Lebih lanjut, layanan terapi fisik dan rehabilitasi secara formal dimulai tahun 1899 di Inggris dan tahun 1921 di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, para spesialis ortopedi merupakan kelompok dokter pertama yang mengenali kebutuhan baru dalam penatalaksanaan kondisi kecacatan, mulai dari fraktur dan dislokasi sampai artritis dan paralisis.

Banyaknya jumlah tentara muda yang cacat setelah Perang Dunia I langsung meningkatkan perhatian karena masalah medis dan sosial akibat disabilitas fisik. Dr. Howard A. Rusk menunjukkan bahwa program rehabilitasi lebih penting untuk memulihkan tentara mencapai kebugaran agar dapat kembali bertugas daripada upaya penyembuhan saja.[/tab_pane][/tabs]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *